Selasa, 01 Januari 2013

SUPOSITORIA




SUPOSITORIA
                   Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo,dapat melunak, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (FI ed 3). Menurut FI edisi IV, supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bentuk dan bobot, yang diberikan melalui rektum, vagina, dan uretra ; umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal taupun sistemik.
        Penggunaan supositoria pada umumnya adalah dengan cara dimasukkan melalui rectum, vagina, kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang sekali digunakan melalui telinga dan hidung. Supositoria untuk hidung dan telinga disebut juga kerucut telinga. Pada zaman dahulu, supositoria digunakan untuk pengobatan lokal dan efek purgative pada bahan dasar sabun.  Bentuk dan ukuran dari supositoria harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa menimbulkan kejanggalan dan penggelembungan begitu masuk, harus dapat bertahan untuk waktu tertentu. Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan , tetapi untuk vagina khususnya vaginal insert/ atau tablet vagina yang diolah dengan cara kompresi dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus.
       Di kalangan umum biasanya supositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1.5 inchi), berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam . Beberapa supositoria untuk rektum di antaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung pada bobot jenis bahan obat dan  basis yang digunakan, beratnya pun berbeda- beda. Sebelum abad 18 bahan dasar Oleum Cacao mulai dikembangkan untuk tujuan sistemik. USP menetapkan beratnya 2 g unruk orang dewasa bila basis yang digunakan oleum cacao. Sedangkan supositoria untuk bayi dan anak-anak beratnya ½ dari berat dan ukuran supositoria orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.

Macam- macam supositoria
            Macam – macam supositoria berdasarkan tempat penggunaannya, yaitu :
     1.    Supositoria rectal, sering disebut sebagai supositoria saja, berbentuk peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI edisi III bobotnya antara 2-3 gram, yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI edisi IV kurang lebih 2 g. Supositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keunggulan, yaitu jika bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, supositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.
     2.    Supositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5 g.
            Supositoria kempa atau supositoria sisipan adalah supositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
            Menurut FI IV, supositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g. Supositoria dengan bahan dasar  gelatin tergliserinasi ( 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu di bawah 35°C.
     3.    Supositoria uretra (bacilli, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan panjang antara 7-14 cm. Supositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya Oleum Cacao maka beratnya ± 4 g. Supositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya 2 g, inipun bila Oleum Cacao sebagai basisnya.

     Aksi Lokal
            Begitu dimasukkan basis supositoria akan meleleh, melunak, atau melarut
            Menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di daerah tersebut. Supositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rsa gatal, dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya. Supositoria antiwasir seringkali mengandung sejumlah zat, termasuk anastesik lokal, vasokonstriktor, astringen, analgesic, pelunak yang menyejukkan, dan zat pelindung. Supositori laksatif yang terkenal adalah supositoria gliserin, yang menyebabkan laksasi (mencahar) karena iritasi lokal dari membrane mukosa. Supositoria vaginal yang dimaksudkan untuk efek lokal digunakan terutama sebagai antiseptic pada hygiene wanita dan sebagai zat pencegah penyakit. Sementara supositoria uretral bisa digunakan sebagai antibakteri dan sebagai sediaan anastesik lokal untuk pengujian uretral.

     Aksi Sistemik
                   Untuk mendapatkan efek sistemik, cara pemakaian melalaui rektum mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pemakaian oral, yaitu :
·         Obat yang dirusak atau dibuat tidak akyif oleh pH atau aktivitas enzim dari lambung atau usus tidak perlu dibawa atau masuk ke dalam lingkungan yang merusak ini.
·         Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan perangsangan.
·         Obat dapat langsung masuk ke dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
·         Cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah.
Obat-obat yang digunakan melalui rektum dalam bentuk supositoria untuk mendapatkan efek sistemiknya terdiri antara lain :
1.      Aminofilin dan Teofilin untuk menghilangkan asma.
2.      Proklorperazin dan Klorpromazin untuk menghilangkan rasa mual dan muntah, dipakai juga sebagai obat penenang.
3.      Klorelhidrat sebagai hipnotik sedative
4.      Oksimorfon digunakan sebagai analgesic narkotik
5.      Belladonna dan opium untuk antispasmodic dan analgesic
6.      Ergotamine tertrat untuk meringankan gejala migraine
7.      Aspirin untuk aktivitas antipiretik dan analgesic

     Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Supositoria
1.      Supositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik di dalam rektum, vagina, atau uretra, seperti pada penyakit haemoroid/wasir/ambeien, dan infeksi lainnya.
2.      Cara rektal juga digunakan untuk didistribusi sistemik.
3.      Jika penggunaaan obat secara oral tidak memungkinkan, misalnya pada pasien yang mudah muntah.
4.      Aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat diabsorpsi melalaui mukosa rektum dan langsung masuk melalaui saluran darah
5.      Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi Supositoria
1.   Faktor Fisiologis
      Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeable terhadap obat yang tiada terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).

2.   Faktor Fisika-Kimia Obat dan Basis
·         Kelarutan obat : obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat terabsorbsi daripada obat yang larut air. Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam basis supositoria berlemak dengan konsentrasi rendah memiliki kecenderungan yang kurang untuk melepaskan diri ke dalam cairan di sekelilingnya, dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis berlemak, dalam batas-batas mendekati titik jenuhnya.
·         Kadar obat dalam basis : jika kadar obat makin besar absorbs obat makin cepat.
·         Ukuran partikel : Ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan larutnya obat ke cairan rektum. Semakin kesil ukuran partikel maka semakin mudah larut dan lebih besar kemungkinannya untuk cepat diabsorbsi di tubuh.
·         Basis Supositoria : basis harus mampu mencair, melunak, atau melarut supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan ke cairan rektum. Jika basis dapat segera terlepas setelah masuk ke dalam rektum ; obat segera diabsorbsi dan aksi kerja awal obat akan segera muncul. Jika obat larut dalam air dan terdapat dalam basis larut air, aksi kerja awal obat akan segera muncul jika basis tadi cepat larut dalam air.



     Bahan dasar supositoria
                   Bahan dasar supositoria adalah oleum cacao (lemak coklat), gelatin tergliserinasi, minyak  nabati terhidrogenasi, campuran PEG dengan berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak PEG. Bahan dasar lain seperti surfaktan nonionik dapat digunakan, misalnya ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat.

Bahan dasar supositoria yang ideal harus mempunyai sifat berikut
1.      Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tetapi akan melunak pada suhu rektum dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2.      Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3.      Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
4.      Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, dan bau serta pemisahan obat.
5.      Kadar air mencukupi.
6.      Untuk basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium, dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas.

     Penggolongan bahan dasar supositoria
                   BASIS BERMINYAK ATAU BERLEMAK . Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai. Oleum cacao adalah contohnya. Diantara bahan-bahan berlemak atau berminyak lainnya yang biasa digunakan sebagai basis supositoria; macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas. Juga kumpulan basis berlemak yang mengandung gabungan gliserin dengan asalam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat.
       BAHAN DASAR YANG LARUT ATAU BERCAMPUR DALAM AIR. Kumpulan penting dari kelompok ini adalah gelatin, gliserin, dan basis polietilen glikol.
       BAHAN DASAR LAIN. Pembentuk emulsi A/M. Misalnya campuran Tween 61 85% dengan gliserin laurat 15 %.



Supositoria dengan bahan dasar oleum cacao (lemak coklat)
1.      Merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat; berwarna putih kekuningan; padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 31°-34°C.
2.      Karena mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya.
3.      Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya pada  pemanasan tinggi. Di atas titik leburnya, oleum cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti Kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali.
Bentuk-bentuk Kristal oleum cacao tersebut adalah :
a.      Bentuk α (alfa) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi didinginkan dengan segera pada 0°C dan bentuk ini memiliki titik lebur 24°C (menurut literature lain 22°C).
b.      Bentuk β (beta) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18°-23°C dan bentuk ini memiliki titik lebur 28°-31°C
c.       Bentuk β stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan bentuk secara perlahan-lahan disertai kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 34°-35°C (menurut literature 34,5°C)
d.      Bentuk g (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (20°C) dan bentuk ini memiliki titik lebur 18°C.
            4.  Untuk menghindari bentuk-bentuk Kristal tidak stabil di atas dapat dilakukan dengan cara:
a.      Oleum cacao tidak meleleh seluruhnya, cukup dua pertiganya saja yang dilelehkan
b.      Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabil ke dalam lelehan oleum cacao untuk mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil.
c.       Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari.
            5.  Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekeuningan, memiliki bau yang khas , dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk Kristal). Jika dipanaskan, pada suhu sekitar 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan pada suhu dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tingg, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti Kristal stabil yang berguna untuk memadat.Jika didinginkan di bawah suhu 15° akan mengkristal dalam bentuk Kristal stabil. Agar mendapatkan supositoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai bisa dituang, sehinnga tetap mengandung inti Kristal dari bentuk stabil.
            6.  Untuk menaikkan titik lebur lemak coklat digunakan penambahan cera atau cetaceum (spermaseti). Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6% sebab akan menghasilkan campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37°C dan tidak boleh kurang dari 4% karena akan diperoleh titik lebur di bawah titik leburnya (<33°C). Jika obat merupakan larutan dalam air, perlu diperhatikan lemak coklat menyerap sedikit air. Oleh karena itu, penambahan cera flava dapat juga untuk menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.
            7.  Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat digunakan tambahan sedikit kloralhidrat atau fenol, atau minyak atsiri.
            8.  Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati.
9. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rektal karena disolusinya lambat.
10. Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar, dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Supositoria ibi harus disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu di bawah 30°C.
11. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar oleum cacao sebaiknya dihindari karena :
·         Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam supositoria.
·         Mempercepat tengiknya oleum cacao
·         Jika air menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari supositoria.
            12. Keburukan oleum cacao sebagai bahan dasar supositoria.
a.      Meleleh pada udara panas
b.      Dapat menjadi tengik pada penyimpanan lama.
c.       Titik leburnya dapat turun atau naik jika ditambahkan bahan tertentu.
d.      Adanya sifat polimorfisme.
e.      Sering bocor selama pemakaian (keluar dari rektum dan meleleh)
f.        Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi.
                 Akibat beberapa keburukan oleum cacao tersebut, dicari pengganti oleum cacao                         sebagai bahan dasar supositoria, yaitu ;
1.      Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang teratur
2.      Campuran setilalkohol dengan oleum amydalarum dalam perbandingan  17 : 83
3.      Oleum cacao suntetis : coa buta, supositol.

     Nilai tukar
       Pada pembuatan supositoria dengan cetakan, volume supositoria harus tetap, tetapi bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya extr. Belladonna, garam alkaloid.
       Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang mempunyai volume yang sama dengan 1 g obat. Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu ;
Acidum boricum                 : 0,65               Aethylis aminobenzoaz           : 0,68
Garam alkaloid                  : 0,7                 Aminophylinum                       : 0,86
Bismuthi subgallas             : 0,37               Bismuthi subnitras                  : 0,20
Ichtammolum                     : 0,72               Sulfonamidum                         : 0,60
Tanninum                           : 0,68               Zinci oxydum                           : 0,25
Untuk larutan, nilai tukarnya dianggap 1. Jika supositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisian pada cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat supositoria yang sesuai, dapat dilakukan dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar seperti berikut.

Contoh soal :
Berapa gram lemak coklat yang diperlukan untuk membuat 20 Supositoria dengan bobot 3 gram yang mengandung aminofilin 0,5 g per supositoria , jika diketahui nilai tukar lemak coklat untuk aminofilin = 0,86

Perhitungan :
Aminofilin yang diperlukan            = 0,5 g x 20  = 10 g
Bobot 20 supositotria                     = 3 g   x 20    = 60 g.
Nilai tukar aminofilin adalah         = 10 g x 0,86 = 8,6 g.
Jadi, lemak coklat yang diperlukan= 60 g – 8,6 g =  51,4 g

Supositoria dengan bahan dasar PEG
1.      Mempunyai titik lebur 35°-63°C.
2.      Tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh.
3.      Formula yang dipakai :
·         Bahan dasar yang tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96 % (75%)
·         Bahan dasar berair : PEG 11540 30%, PEG 6000 50% dan aqua + obat 20%.
4.   Keuntungan :
·         Tidak mengiritasi atau merangsang
·         Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao.
·         Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh.
            5.  Kerugian :
·         Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga terjadi rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiket, supositoria ini harus tertera petunjuk “ Basahi dengan air sebelum digunakan”.
·         Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat.
            6.  PEG merupakan etilen glikol terpolimerasi dengan bobot molekul antara
                 300-6000.
            7.  PEG sesuai untuk obat antiseptic. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionikdaripada nonionic agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun bentuk nonionic dapat dilepaskan dari bahan dasar yang dapat bercamour dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi bentuk ini cenderung sangat lambat larut sehingga dapat menghambat pelepasan obat.
8.  Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.

     Supositoria dengan bahan dasar gelatin
1.      Dapat digunakan sebagai bahan dsar supositoria vaginal.
2.      Tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dapat cairan sekresi tubuh.
3.      Perlu penambahan pengawet (nipagin) karena bahan dasar ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
4.      Penyimpanan harus di tempat yang dingin.
5.      Bahan dasar ini dapat juga digunakan untuk pembuatan supositoria uretra dengan formula : gelatin 20, gliserin 60, dan aqua yang mengandung obat 20.
6.      Kebaikan :
Diharapkan dapat memberikan efek yang cukuo lama, lebih lambat melunak, dan lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh dibandingkan dengan oleum cacao.
7.      Keburukan :
·         Cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang higroskopis yang dapat menyebabkan dehidrasi atau iritasi jaringan.
·         Memerlukan tempat untk melindungi dari udara lembab agar bentuk dan konsistensinya terjaga.
8.      Dalam Farmakope Belanda terdapat formula supositoria dengan bahan dasar gelatin, yaitu :
Panaskan 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian gliserin sampai diperoleh massa yang homogeny. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan massa hingga cukup dingin dan tuangkan ke dalam cetakan hingga diperoleh supositoria dengan bobot 4 g. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang tersisa dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.
    
     Bahan dasar lainnya
1.      Bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air, beberapa di antaranya membentuk emulsi tipe A/M.
2.      Formulasinya : Tween 61 85 % dan gliserin laurat 15%.
·         Bahan dasar ini dapat menahan air/larutan berair.
·         Bobot supositoria 2,5 g.

     METODE PEMBUATAN SUPOSITORIA
       Supositoria dibuat dengan 3 metode : (1) mencetak hasil leburan, (2) kompresi dan (3) digulung dan dibentuk dengan tangan.
1.      Pembuatan dengan cara mencetak
       Langkah-langkah metode pencetakan :
a.      Melebur basis,
b.      Mencampurkan bahan obat yang diinginkan,
c.       Menuang hasil leburan ke dalam cetakan,
d.      Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi supositoria,dan
e.      Melepaskan supositoria dengan basis yang cocok dibuat dengan cara mencetak.
Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari stainless steel, aluminium, tembaga atau plastic. Cetakan yang dipisah-pisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur untuk membersihkan sebelum dan sesudah pembuatan satu batch supositoria, pada waktu leburan dituangkan, cetakan ditutup dan harus dibuka lagi bila akan mengeluarkan supositoria yang sudah dingin. Pelumasan cetakan juga diperlukan sebelum supositoria dicetak, khususnya pada supositoria dengan basis oleum cacao atau PEG. Lapisan tipis dari minyak mineral dioleskan dengan jari pada permukaan cetakan, biasanya cukup sebagai suatu pelumasan. Untuk mencetak bacilli dapat digunakan tabung gelas atau gulungan kertas. Unutuk mengatasi massa yang hilang karena melekat apda cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan dibasahi dulu dengan paraffin cair atau minyak lemak.
        Kalibrasi Cetakan.  Penting bagi ahli farmasi untuk mengkalibrasi setiap cetakan supositoria untuk basis yang biasanya digunakan supaya mereka siap untuk membuat supositoria yang mengandung obat, untuk setiap jumlah obat yang tepat ukurannya.
        Langkah pertama dalam kalibrasi cetakan, yaitu membuat dan mencetak supositoria dari basis saja. Cetakan dikeluarkan dari cetakan rata-ratanya (bagi pemakaian basis tertentu). Untuk menentukan volume cetakan supositoria tadi lalu dilebur dengan hati-hati dalam gelas ukur dan volume leburan ini ditentukan untuk keseluruhan dan rata-ratanya.
        Pembuatan dengan cara kompresi.  Supositoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memakai alat/mesin pembuatan supositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompresi dalam cetakan, basis supositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampur/diaduk dengan baik, pergeseran pada proses tersebut menjadikan supositoria lembek seperti kentalnya pasta. Dalam pembuatan dengan skala kecil digunakan alat mortar dan alunya, apabila mortar ini dipanaskan dalam air hangat sebelum digunakan lalu dikeringkan, sangat membantu pembuatan basis dan proses pencampuran. Dlam skala besar proses yang sama juga digunakan, pengadukan adonan dilakukan secara mekanis dan menggunakan wadah pencampur dipanaskan.
          Proses kompresi khususnya cocok untuk pembuatan supositoria yang mengandung bahan obat yang tidak tahan pemanasan dan untuk supositoria yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak dapat larut dalam basis. Kompresi tidak memungkinkan bahan yang tidak dapat larut mengendap. Kelemahan proses ini adalah bahwa dibutuhkan mesin khusus supositoria dan ada beberapa keterbatasan seperti bentuk supositoria yang hanya dapat dibuat dari cetakan yang ada saja.
          Dalam pembuatan supositoria dengan mesin kompresi, adonan supositoria dimasukkan ke dalam sebuah silinder yang kemudian ditutup dan dengan cara menekan salah satu ujungnya secara mekanis atau dengan memutarkan roda, maka adonan tadi terdorong ke luar pada ujung lainnya dan masuk ke dalam celah-celah cetakan.
          Pembuatan Secara menggulung dan membentuk dengan tangan. Pembuatan supositoria ini dilakukan saat basisnya adalah oleum cacao dengan skala kecil. Dengan terdapatnya cetakan supositoria dalam barmacam-macam ukuran dan bentuk, pengolahan supositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang sudah jarang dilakukan. Namun demikian melinting dan membentuk supositoria dengan tangan merupakan bagian dari seni.

      Pengemasan dan penyimpanan supositoria
1.      Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap supositoria terpisah, tidak mudah hancur, atau meleleh. Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria. Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya hubungan antarsupositoria tersebut dan mencegah perekatan.
2.      Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil atau strip plastik sebanyak 6 sampai 12 buah, untuk kemudian dikemas dalam dus.
3.      Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk. Supositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30°F, dan akan lebih baik bila disimpan dalam lemari es. Supositoria dengan basis gliseri baik sekali disiman dibawah suhu 35°F. Supositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan dalam suhu ruangan biasa tanpa pendinginan.





     Pemeriksaan mutu supositoria
            Setelah dicetak, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut.
1.      Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2.      Uji terhadap titik leburnya, terutama jika menggunakan bahan dasar oleum cacao.
3.      Uji kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan.
4.      Uji waktu hancur, untuk PEG 1000 15 menit , sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit.
5.      Uji homogenitas.






















DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia
Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta
Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : PENERBIT BUKU KEDOKTERAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar